MasKumambang merupakan salah satu tembang macapat karya K.G.P.A.A Mangkunagara IV. MasKumambang berasal dari kata Mas yang artinya sesuatu yang terhormat, dimaknai sebagai emas yang terapung (emas kumambang), Kumambang merupakan kata jadian dari akar kata kambang (terapung).
MasKumambang atau awal dimulainya kehidupan, awal mulai perjalanan hidup manusia yang masih berupa embrio di dalam kandungan ibunya, masih belum diketahui jati dirinya (laki-laki atau perempuan).
Kehamilan berlangsung selama 280 hari atau 10 bulan atau 40 minggu, terhitung dari hari pertama haid terakhir. Oleh para pemuka agama meyakini bahwa ruh di tiupkan pada janin saat berusia 120 hari terhitung sejak bertemunya sel sperma dengan ovum.
Secara keseluruhan, tembang macapat sejatinya bercerita tentang perjalanan hidup manusia yang menggambarkan bagaimana seorang manusia hidup sejak lahir mulai belajar dari kanak-kanak, dewasa dan pada akhirnya meninggal. Masing-masing arti dari tembang macapat melambangkan watak atau karakter tersendiri, mulai dari watak sedih atau duka, nasehat, percintaan, kasih sayang hingga kebahagiaan.
Berikut salah satu tembang MasKumambang yang ngemut piwulang luhur.
Wong tan manut pitutur wong tuwa ugi, ha nemu duraka, ing donya tumekeng akhir, tan wurung kasurang-surang.
Menggambarkan tentang akibat seseorang yang tidak patuh terhadap orang tua. Seorang anak yang durhaka tentu akan mendapatkan kesengsaraan, baik di dunia hingga akhir nanti.
Maratani mring anak putu ing wuri, den padha prayitna, ajana kang kumawani, ing bapa tanapi biyang.
Hingga kelak ke anak cucu, oleh karena itu perhatikan sungguh-sungguh, jangan engkau kurang ajar kepada ayah atau ibu.
[sumber foto : kesolo.com]
Sugeng dalu Rakamas Wandi, mohon maaf, sudah agak lama saya tidak berkunjung ke Dalem SUKOASIH.
Rakamas masih ingat tembang macapat ini:
Kelek-kelek biyung sira aneng ngendi; Enggal tulungana; Awakku kecemplung warih; Gulagepan wus meh pejah;
Saya mendengar pertama kali tembang itu ketika belum masuk SR hampir 60 (enampuluh) tahun yang lalu. Ketika itu ayah saya mendongeng dengan ilustrasi tembang macapat tersebut, yang menceritakan seekor anak ayam yang kecebur kubangan (saat hujan deras) kemudian memanggil-manggil induknya minta pertolongan.
Walaupun saat itu saya masih bau “pupuk bawang – pupuk lempuyang” tapi sudah menangkap dan terbawa suasana sedih dari dongeng itu. Hiiikz…. 🙁 🙁
Sugeng ndalu Kangmas Wijono. Waduh janur gunung
Itu artinya Ayahanda memberikan ajaran bahwa sebagai titah Tuhan harus saling tolong menolong memberikan bantuan kepada seseorang yang sedang dalam kesulitan. Hawong melihat orang mau jatuh ke kali kok malah ditonton dan didiamkan.
Kelek-kelek disini menurut saya dapat diartikan benda pegangan tangan (kayu atau …. ) dari sebuah jembatan.
Betul-betul pendahulu kita (KGPAA Mangkunegara IV) sungguh wicaksana, karya-karyanya ngemut petunjuk bagi kehidupan manusia [ah sulit aku melukiskan dalam sebuah kata-kata]
Rahayu