Setiap tanggal 21 April, secara nasional kita memperingati kelahiran R.A. Kartini, penggerak emansipasi wanita Indonesia.
(Lancaran Ibu Kita Kartini)
Dalam bukunya “Habis Gelap Terbitlah Terang”, Kartini menjelaskan tentang cita-cita dan gugatannya terhadap diskriminasi kaum perempuan. Kesetaraan gender kaum feminisme demi mewujudkan kesamaan untuk memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang kehidupan.
[Ktw. Kartini – Lcr. Kartini Pl.5]“ibu Kartini, angambar asmane, luhur gegayuhane. Mulo ojo nglalekake, ibu Kartini, njunjung drajad bangsane”.
Pahlawan Srikandi lain yang tidak kalah sumbangsih perjuangannya dalam melawan penjajah dan memperjuangkan hak-hak wanita seperti Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, Cutpo Fatimah, Martha Christina Tialahu, Emmy Saelan dan Si Pending Cendrawasih Emas Herlina Efendi.
Gendingnya diganti ini saja Mas Wandi rekamannya agak bagus
Ktw. KARTINI – Karawitan RRi Yogyakarta
Matur nuwun Mas, ketawang Kartini sudah saya ganti sesuai link nya Mas Soma.
Kok kasian yang mendengarkan, sudah kemresek pedhot pedhot, he he he
Saya kira susah menemukan penggagas konsensus untuk menyebut para wanita hebat sebagai Srikandi. Padahal di dalam Mahabharata baik versi komik oleh R.A. Kosasih maupun versi India oleh C. Rajagopalachari diceritakan bahwa Srikandi lahir sebagai putri Prabu Drupada yang setelah dewasa bertukar (benar-benar saling tukar) kelamin menjadi laki-laki. Di titik ini saya kira cukup menarik karena versi Jawa tidak menyebut pertukaran kelamin, sehingga Srikandi tetap wanita dan menjadi salah seorang istri Arjuna. Inilah keindahan cerita tutur yang mudah beradaptasi secara luwes dengan kebudayaan lokal. Dalam kenyataannya cerita Mahabharata berkembang menjadi banyak versi dengan perbedaan minor antar masing-masing versi.
Terima kasih P. Hadi Djunaedi, menambah wawasan saya tentang Srikandi