Bulan suci Ramadhan merupakan momentum bagi umat Islam untuk melakukan introspeksi diri sehingga dapat menjadi manusia yang lebih baik.
Ramadahan sebagaimana kita imani merupakan “madrasah” rohani. Tempat dan wahana penggemblengan, penggodokan dan pembiasaan pensucian diri. Kejujuran, keikhlasan, empati dan simpati, pengendalian diri, penjernihan dan penyucian jiwa, kerendahan hati di “hadapan” Tuhan, pengakuan dan instrospeksi, kedermawaan, kehalusan dan kelembutan hati menguat dan menggumpal selama Ramadhan. Umat beriman, umat Islam berupaya menuju titik maksimal. Berlomba seakan-akan mengejar “alaallakum tattaqun”. Agar mencapai takwa. Kualitas kesadaran dan kepasrahan kepada kehendak dan ridla Illahi. Inilah yang mestinya kita capai, serap dan istiqamah kita jalani.
Ramadahan adalah proses dan upaya untuk membiasakan jadi makhluk mulia, luhur, takwa, sekaligus ia bisa terapi efektif kebiasaan tidak baik, tidak bermanfaat dan tidak sehat. Biasa makan dan merokok sampai tiga bungkus seheari-semalam, pasti saat Ramadhan akan terkurangi. Biasa membicarakan orang lain, yakin saya, selama puasa hal ini akan berhenti.
Ramadhan memang sebuah proses pendidikan dan pelatihan. Ia mendidik jiwa kita, kaum beriman untuk senantiasa terjaga baik dan benar. Marilah kita terus nikmati khidmat dan etos ibadah ini sepanjang tarikan nafas hidup kita. Jangan hanya berlangsung dan semarak selama bentangan hari-hari pada bulan suci ini. Jangan tinggalkan etos bulan suci ini seiring perginya bulan Ramadhan. Bulan itu terjadi, sebelas bulan berikut, pasti ia “as usual activities”. Kembali pada kebiasaan dan perilaku buruk dan bobrok. Saling sikut sana sikut sini, korupsi hampir di semua lini, hantam sana-sini untuk mendapatkan harta dan tahta, membantai sekalipun hanya berbeda metodologi dalam memahami suatu agama, dan kriminalitas tetap di angka tinggi. Agama sirna saat di luar Ramadhan. Padahal Rasul bersabda, “Andai umatku mengenal hakikat Ramadhan, maka ia menginginkan seluruh bulan itu adalah Ramadhan.” Ingin sekali saya menahan perginya Ramadhan. Sedih rasanya saya melihat berita media massa, kegeraman publik terhadap aksi hina para pejabat public yang tak puas nafsu materi. Korupsi sudah menjadi barang kebutuhan. Bagaimana menghentikan dan menjegal aksi pencurian dan perampokan harta Negara dan hak rakyat itu. Saya melihat, merasakan, sepanjang Ramadhan ini aksi-aksi hina itu tidak terjadi. Kalaupun ada, itu proses pengadilan kepada para pencuri rakyat yang terjadi bulan-bulan sebelumnya. Ramadhan ternyata efektif dan ampuh menahan hasrat jahat dan hina manusia.