Bencana… bencana… bencana lagi 😉
Banjir, tanah longsor, gunung meletus, gempa bumi telah akrab dengan bangsa Indonesia sejak lama. Sejak zaman Tarumanegara (abad ke IV) sudah pernah terjadi banjir. Ketika itu Belanda menduduki Jakarta, mereka dipaksa untuk memikirkan cara mencegah banjir. Oleh Belanda dibuatlah lahan di Puncak Bogor untuk perkebunan teh, agar daya serap air Bogor tidak sebesar masa sebelumnya. Air turun ke Sungai Ciliwung.
Namun penanganan apa yang kemudian disebut bencana tersebut seakan selalu gagap. Seolah-olah bangsa ini tidak berpengalaman menghadapi bencana. Seakan-akan bencana baru saja terjadi.
Bencana tidak dipahami sebagai sebuah proses sehingga produk penanganannya selalu saja bagai pemadam kebakaran. Saat bencana datang, semua bak jadi pahlawan yang mampu mengurai masalah tersebut. Namun, saat semua kembali normal, kita lupa tugas dan kewajiban untuk senantiasa menjadi harmoni dengan alam. Alam kembali kita babat sehingga gundul dan gersang.
Penanganan yang keliru dan menempatkan manusia sebagai “korban” inilah yang kemudian mendistorsi makna kemanusiaan. Kemanusiaan sirna saat bencana datang. Padahal kemanusiaan adalah kekuatan manusia untuk berbuat lebih, setidaknya untuk diri sendiri.
Ketika kemanusiaan telah sirana, proses pemahaman telah sirna, proses pemahaman hubungan manusia dan alam pun akan lenyap. Manusia sulit memahami bahwa dirinya membutuhkan alam. Sebaliknya alam membutuhkan sentuhan manusia.
Oleh karena itu, mengembalikan dan menumbuhkan kemanusiaan dalam diri manusia menjadi hal utama, jika bangsa ini ingin bangkit dari bencana. Kemanusiaan harus dikembalikan dalam posisinya sebahai hal yang inhern dalam tubuh manusia. Sehingga ia mampu berkaca, berpikir, merenung, dan berbuat agar kekacauan akibat bencana tidak berulang di kemudian hari.
YA, TUHAN sang penguasa jagat raya… Jauhkan Bumi Nusantara ini dari bencana.
Tag Archives: bencana
Bencana… bencana lagi !
Filed under Renungan
Memaknai Bencana Alam
“Dosa siapa, …………. Salah siapa“. Itulah senandung alunan dari Ebit G. Ade Keelokan, keindahan alam bumi Nusantara yang tak tepermanai dan kekayaan alam yang berlimpah ruah sungguh merupakan karunia selaksa surga. [ Gemah Ripah Loh Jinawe ]. Kiranya sangat naif rasanya apabila menafikannya meski sebagai bangsa acap kali kita lupa menjaganya dengan penuh bijaksana.
Kendati kita tidak bisa membohonginya realita bahwa bumi Nusantara, ibu pertiwi ini berada di kawasan cincin api (ring of fire) yang selalu bergejolak. Bahkan menjadi tempat pertemuan lempeng kulit bumi dinamis. Continue reading