Puasa dan Idul Fitri merupakan ritual agama bagi kalangan umat Islam secara keseluruhan. Ritual ini sudah tidak bisa lagi dipahami sebagai fenomena agama formal, tetapi telah menjadi fenomena sosial budaya. Disatu sisi sebagai legal formalistik, dan disi lain kuatnya tarikan gaya hidup yang serba materi. Tarikan kutub formal membawa manusia pada pola sikap legal formalistik dimana ibadah puasa justru menjadi sikap konsumtif, sementara solidaritas sosial sebagai hakikat puasa justru terlupakan. Inilah yang perlu kita cermati [GusDur].
= PEPELING=
Jaman akhir akeh wong podo keblinger Ora eling pranatan sarta aturan Mburu donyo ngumbar nafsu golek seneng Lali marang pepengete Gusti Allah
Apa gunane urip neng alam donya Yen nglerwake dawuhe kang maha mulyo Ayo dulur dawuh Gusti lakonono Amrih bisa urip tentrem saklawase
Jikalau HATI sebening AIR, jangan biarkan DIA keruh
Jikalau HATI seputih AWAN, jangan biarkan DIA mendung
Jikalau HATI seindah BULAN, hiasi DIA dengan IMAN
Selamat Idul Fitri 1435 H
Mohon Maaf Lahir & Batin
Mudik Lebaran dapat diartikan sebagai sarana untuk berkumpul bersama keluarga di kampung halaman untuk silahturahmi dengan kawan, kerabat dan handai taulan. Mudik lebaran juga merupakan momentum untuk dapat bersilahturahmi dengan keluarga dan masyarakat setelah sekian lama tidak bertemu. Mudik sudah menjadi fenomena sosial dan merupakan bagian warisan sosial-kultural ketika pada saat menjelang lebaran.
Tradisi mudik ini dijakini sebagai kebiasaan yang masih belum tergantikan meski dengan adanya teknologi telekomunikasi seperti handphone dan lain sejenisnya untuk saling memberikan ucapan.
Awalnya mudik merupakan tradisi primordial masyarakat petani Jawa bahkan sejak sebelum masa kerajaan Majapahit. Tradisi pulang kampung setelah setahun sekali ini terus bertahan hingga sekarang. Itulah sebabnya, mengapa kebanyakan masyarakat Jawa yang mudik selalu menyempatkan diri berziarah dan membersihkan kuburan keluarga dan leluhurnya yang telah meninggal.
Kata “mudik” berasal dari frase “udik” artinya ndeso, desa, dusun atau kampung. Mudik berarti pulang ke nDeso atau pulang ke kampung halaman bersamaan dengan datangnya hari raya Idul Fitri atau Lebaran.
Secara filosofis dipahami sebagai kembali ke hulu atau dalam falsafah Jawa disebut “sangkan paraning dumadi” yaitu mengingatkan bahwa siapapun akan kembali menyatu dengan yang asal. Kembali ke indung asal kehidupan, kembali ke Sang Pencipta dengan seluruh warga yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
Padanan untuk itu adalah bulan Puasa bagi umat Islam, atau puncaknya pada hari lebaran.
Tradisi untuk nyekar atau menebar bunga di kuburan nenak moyang, mengirim makanan bagi sanak saudara, yang semua itu dilakukan merupakan kulturisasi Islam terhadap budaya sebelumnya.
Ema Ainun Nadjib (Cak Nun) dalam bukunya “Sedang Tuhan pun Cemburu” (1994) menulis, “orang beramai-ramai mudik sebenarnya sedang setia kepada tuntutan sukmanya untuk bertemu dan berakrab-akrab kembali dengan asal-usulnya”. Cah Nun menambahkan secara akar runtutan historis, setiap orang berusaha berikrar bahwa ia berasal dari suatu akar kehidupan, komunitas etnik, keluarga, sanak famili, bapak dan ibu, alam semesta yang berpangkal atau berujung dari Allah. Keselarasan ini diwujudkan para pemudik dengan bersusah payah bisa berada di tengah-tengah keluarga dan sanak kerabat tatkala Idul Fitri tiba dalam sebuah perhelatan silahturahmi dengan saling memaafkan serta menunaikan kewajiban membayar zakat.
Selamat Idul Fitri 1434 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Sebagai manusia yang tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan,
di bulan yang penuh ampunan ini saya : “Menghaturkan Selamat Idul Fitri 1434 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin”
Tradisi mudik atau pulang kampung sudah ada sejak sebelum berdirinya kerajaan Majapahit. Pada waktu mudik sebagai tradisi primordial masyarakat petani Jawa bertujuan untuk membersihkan pekuburan dan doa bersama kepada leluhurnya guna memohon keselamatan kampung halamannya yang dilakukan sekali dalam satu tahun
Budaya mudik adalah suatu nilai sosial positif bagi masyarakat Indonesia, karena dengan mudik berarti masyarakat masih menjunjung nilai silaturahmi antara keluarga. Acara mudik khususnya menjelang lebaran bukan hanya menjadi milik umat muslim yang akan merayakan idul fitri bersama keluarga, namun telah menjadi milik “masyarakat indonesia” seluruhnya. Karena pada dasarnya bersilaturahmi adalah hakikat dari kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.
Sebenarnya pulang kampung bukan hanya terdapat di Indonesia, di masyarakat eropa atau Amerika pun, mereka memiliki tradisi berkumpul makan bersama keluarga besar di malam natal. Meskipun mobilisasi yang ada tak semassal “pulang kampung” di Indonesia
Kemudian, di dalam tradisi Jawa juga didapatkan tradisi sungkeman, yaitu tradisi yang dilakukan oleh yang lebih muda kepada yang lebih tua atau dari anak, cucu atau kerabat yang lebih muda kepada yang lebih tua atau dituakan.
Sudah menjadi kewajiban yang lebih muda mendatangi kepada yang lebih tua untuk melakukan silahturahmi dan sungkeman di hari yang penuh ampunan ini.