Gendhing Langgam Jawa dengan musik gamelan yang penuh dengan falsafah dan pitutur utama bagi kehidupan pada umumnya.
Salah satu langgam jawa “Babon Angrem” karya/penyusun Cipto yang diawali dengan bawa sekar macapat Asmaradana yang ngemut (memuat piwulang) seperti ini :
“Wus dadi jangkaning nagri, Denya hanggayuh kabagyan, Kanthi ngatur klahirane, Pra putra lan bale wisma, Marsudi kasarasan, Nora kendhat wulang wuruk, Njalari mring katentreman”.
Syair Langgam nya : “Wiwit iki pakne thole kudu wis mangerti, Bab sing endi aja nganti amberung mung anuruti ati, Mikir ena karepotan kita tembe buri, Tak saguhi pisan kudu bisa ngatur marang klahirane, Tansah dadi ati para putra kang sartane anggula wenthahe, Amarsudi kasarasan banget maedahe, Banget maedahe kabeh kuwi mau uga bisa handayani, Hanjalari kula warga bagya sejahtera kang sejati”.
Ketahuilah bahwa lagu Jen Ing Tawang Ana Lintang karya cipta maestro Andjar Any itu digubah dan diilhami tatkala Andjar Any sedang menunggu dan menantikan kelahiran anaknya yang didambakan. Saat itu ia tidak berada di ruangan bersalin tempat isterinya Niek Priyatin. Sambil menunggu dengan disaksikan oleh bulan bersinar terang dan bintang-bintang yang gemerlapan, Andjar Any merenung seraya berucap dalam hati “kelak kalau sang bayi lahir perempuan, maka jadilah ia menciptakan lagu Yen Ing Tawang.
Dari lirik dan syair lagu Yen Ing Tawang merupakan ungkapan Andjar Any dalam mendabakan anak perempuan.
Perhatikan syair dan liriknya berikut : Aku ngenteni tekamu (aku menunggu kedatanganmu) –> maksudnya menunggu kehadiran sang jabang bayi. Sun takokke pawartamu (kutanyakan kabar beritamu) –> tanya ke langit karena dia tidak tahu keadaan di ruangan bersalin, apakah sudah lahir atau belum, apakah ibunya sehat nggak) Janji-janji aku eling, cah ayu (setiap saat saya ingat, anak manis) –>mengingat keadaan dan situasi di ruang bersalin yang menegangkan. Kata “cah ayu” kok tidak diganti dengan cah bagus atau lainnya, karena Andjar Any menginginkan anaknya lahir perempuan. Sumedhot rasaning ati (seakan mau ditinggal mati, rasanya dihati) –>sangat takut dengan keselamatan si jabang bayi yang akan di lahirkan itu. Lintang-lintang ngiwi-iwi (bintang-bintang dilangit yang menggoda) –> bintang menjadi saksi Tresnaku sundhul wiyati (cintaku sangat besar/tinggi) –> cinta kasih kepada anak.
Apakah kelahiran putri pertama itu untuk anak yang ke-4 (Yuenda Maya Sari) atau anak ke-5 (Ayusmara Chandra Sari) tidak diketahui sumbernya.
Sejatinya lagu Yen Ing Tawang itu pertama kali dilantunkan oleh Ibu Sarbini kakak Waldjinah.
Duh Gusti kang Maha Pemurah, matur nuwun pamundhut kula (Andjar Any) sampun kasembadan.
"Wong kuwi kudu tansah njaga rasa pangrasane wong liyan,.... kudu karyenak tyasing sesomo" [ajaran Andjar Any kepada anak-anaknya]